PENEMUAN KASUS HIV DENGAN PELAYANAN ANC INTEGRASI
UNIMUS | Dalam rangka memperingati Hari AIDS Sedunia yang jatuh pada tanggal 2 Desember, Program Studi D3 Kebidanan FIKKES Unimus menyelenggarakan Kuliah Pakar bersama dr. Mukhlis Achsan Sofro, Sp.PD seorang Konsultan Penyakit Tropik Infeksi (KPTI) dengan tema “PENEMUAN KASUS HIV DENGAN PELAYANAN ANC INTEGRASI” pada Hari Jumat, 30 November 2012, di Hall Gedung Rektorat Unimus, Jl. Kedungmundu Raya No.18 Semarang, membahas topik HIV/AIDS, Pelayanan ANC Integrasi dengan PMTCT.
Dalam kegiatan tersebut disampaikan bahwa angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia saat ini telah terjadi penurunan yaitu dari 307/100.000 Kelahiran Hidup (KH) pada tahun 2002, turun menjadi 228/100.000 KH pada tahun 2007 (SDKI, 2007). Angka ini sudah mendekati sasaran RPJMN 2004 – 2009 yaitu 226/100.000 KH, dan diupayakan terus untuk mencapai target pencapaian MDG 102/100.000 KH ada tahun 2015 (2)
Lebihlanjut pakar menyampaikan: seharusnya kematian ibu bisa dicegah bila komplikasi kehamilannya dapat dideteksi secara dini dan mendapat pertolongan pelayanan yang tepat dan cepat. Pencegahan komplikasi kehamilan dan deteksi dini resiko tinggi dapat dilakukan melalui pelayanan antenatal dengan pencatatan yang benar sesuai dengan standar antenatal care, yang dilanjutkan dengan persiapan pertolongan persalianan yang memadai sehingga dapat mendeteksi secara dini adanya gangguan dalam proses persalinan dan pertolongan oleh tenaga yang trampil.
Faktor yang berkontribusi terhadap kematian ibu, secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung kematian ibu adalah faktor yang berhubungan dengan komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas seperti perdarahan, pre eklamsia/eklamsia, infeksi, persalinan macet dan abortus. Penyebab tidak langsung kematian ibu adalah faktor-faktor yang memperberat keadaan ibu hamil seperti empat terlalu (terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering melhirkan dan terlalu dekat jarak kelahiran) menurut SDKI 2002 sebanyak 22,5%. Hal yang mempersulit proses kedaruratan kehamilan, persalinan dan nifas seperti tiga terlambat (terlambat mengenali tanda bahaya dan mengambil keputusan, terlambat mencapai fasilitas kesehatan dan terlambat dalam penanganan kegawatdaruratan). Faktor yang berpengaruh lainnya adalah ibu hamil yang menderita penyakit menular seperti malaria, HIV/AIDS, tuberkulosis, sifilis. Penyakit yang tidak menular seperti hipertensi, diabetes mellitus, gangguan jiwa maupun kekurangan gizi.
Menurut laporan triwulanan Direktorat Jenderal Penanggulangan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) bulan Juni 2011 menunjukkan jumlah kasus Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) dengan faktor risiko transmisi perinatal (dari ibu dengan HIV ke bayinya) sebanyak 742 kasus. Angka ini menunjukkan peningkatan dua kali lebih tinggi dibandingkan tiga tahun sebelumnya yang hanya 351 kasus. Kenaikan kasus HIV pada bayi ini terjadi seiring dengan kenaikan kasus AIDS pada perempuan, yakni dari 20% pada tahun 2007, 25% pada tahun 2008, menjadi 27% pada tahun 2011. Meningkatnya proporsi kasus AIDS pada perempuan ini menunjukkan epidemi AIDS di Indonesia makin meningkat dan dipastikan akan meningkatkan jumlah bayi terinfeksi HIV di masyarakat (3)
Dari hasil proyeksi HIV yang dibuat KPAN, diperkirakan pada waktu mendatang akan terdapat peningkatan prevalensi HIV pada populasi usia 15-49 tahun dari 0,22% pada tahun 2008 menjadi 0,37% di tahun 2014; serta peningkatan jumlah infeksi baru HIV pada perempuan, sehingga akan berdampak meningkatnya jumlah infeksi HIV pada anak. Menurut estimasi Depkes, pada tahun 2009 terdapat 3.045 kasus baru HIV pada anak dengan kasus kumulatif 7.546; sedangkan pada tahun 2014 diperkirakan terdapat 5.775 kasus baru dengan 34.287 kasus kumulatif anak HIV di seluruh Indonesia.
Berdasarkan jumlah kasus HIV/AIDS, Provinsi Jawa Tengah menempati peringkat 7 di tingkat nasional dengan 1.030 kasus. Sementara, jika dikalkulasi data penderita HIV/AIDS dari tahun 1993-2011 didominasi kaum perempuan yakni sebanyak 62%. Untuk tingkat provinsi Jateng, Semarang pada posisi pertama dalam kasus HIV/AIDS.
Menurut data dari PMTCT Kota Semarang sejak tahun 2006-2010, terdapat 3 ibu hamil yang sudah ditemukan HIV positif setelah dilakukan konseling dan tes HIV sukarela dan 16 ibu hamil merupakan rujukan dari berbagai rumah sakit. Dari 3 anak yang sudah dilahirkan, 1 anak sudah meninggal. Dan 2 anak lainnya masih rajin mengambil susu di PMTCT. Menurut Dinas Kesehatan Kota Semarang sampai tahun 2011 terdapat 2 kasus HIV pada anak dibawah umur 4 tahun. Sedangkan di tahun 2009 terdapat 9 orang yang terkena HIV di kota Semarang usia < 15 tahun.
Sedangkan kumulatif kasus HIV/AIDS di Kota Semarang tahun 2007-2011 berdasarkan jenis pekerjaan adalah 22% wiraswasta, 18% karyawan, 17% IRT, 12% lain-lain, 10% tidak diketahui, 9% buruh, 4% mahasiswa, 3% pelaut, 2% PNS, dan 1% tukang parkir. Walaupun prevalensi HIV pada ibu rumah tangga di Semarang hanya 12%, tetapi karena mayoritas (92,54%) Odha berusia reproduksi aktif (21 – 40 tahun), maka diperkirakan jumlah kehamilan dengan HIV positif akan meningkat.
Menurut data dari Dinas Kesehatan Kota Semarang Tahun 2011, kasus HIV/AIDS tahun 2007-2011 berdasarkan kelompok umur yang paling banyak di peringkat pertama adalah usia antara 31-40 tahun sebanyak 68 orang dan menyusul di usia 21-30 tahun sebanyak 52 orang. Sedangkan kumulatif kasus HIV tahun 1995 – 2011 di kota Semarang berdasarkan jenis kelamin adalah perempuan 53 % dan laki-laki sebanyak 47 %. Sampai dengan November 2011 cara penularan kasus HIV dilaporkan melalui heteroseksual (74%), IDU (12%), perinatal (2%), homoseksual (3%), biseksual (3%), dan tidak diketahui (6%).
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka pelayanan antenatal di fasilitas kesehatan pemerintah maupun swasta dan praktik perorangan/kelompok perlu dilaksanakan secara komprehensif dan terpadu, mencakup upaya promotif, preventif, sekaligus kuratif dan rehabilitatif, yang meliputi pelayanan KIA, gizi, pengendalian penyakit menular (HIV/AIDS, TB, malaria, penyakit menular seksual), penanganan penyakit kronis serta beberapa program lokal dan spesifik lainnya sesuai dengan kebutuhan program.
Program ANC integrasi mulai disosialisasikan mulai 3 November 2009. Ada 5 provinsi yang dilibatkan pada saat itu yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur, Jakarta, Denpasar dan Yogjakarta. Semarang menjadi tuan rumah saat itu, dan puskesmas Bangetayu yang dipilih. Dalam acara tersebut pihak yang didatangkan adalah kepala puskesmas, bidan, laborat, penyuluh dan manajer program.
Selanjutnya program ANC integrasi akan menuju pada pemenuhan hak reproduksi bagi setiap orang khususnya ibu hamil. Untuk itu perlu adanya perbaikan standar pelayanan asuhan antenatal yang terpadu, yang mengakomodasi kebijakan, strategi, kegiatan dari program terkait.
Penetapan beberapa jenis pelayanan/program terkait yang dianggap paling mendesak dan/atau layak untuk diintegrasikan dalam asuhan antenatal yaitu meliputi: a. Maternal Neonatal Tetanus Elimination (MNTE), b. Antisipasi Defisiensi Gizi dalam Kehamilan (Andika), c. Pencegahan dan Pengobatan IMS/ISK dalam Kehamilan (PIDK), d. Eliminasi Sifilis Kongenital (ESK) dan Frambusia, e. Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi (PMTCT), f. Pencegahan Malaria dalam Kehamilan (PMDK), g. Penatalaksanaan TB dalam Kehamilan (TB-ANC) dan Kusta, h. Pencegahan Kecacingan dalam Kehamilan (PKDK), i. Manajemen Pelayanan Asuhan Antenatal Terintegrasi.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!